REAKSIMEDIA.COM | Rantauprapat – Dua Tahun lebih hak atas ahli waris yang sudah yatim piatu diduga belum dibayar oleh PT PLP GTU Langga payung.
Untung tidak dapat diraih malang tidak dapat ditolak, begitu juga dengan kehidupan manusia, pada saatnya cepat atau lambat semua akan berakhir, dan tinggallah semuanya harta, istri yang menjadi janda dan anakpun menjadi yatim, bahkan ada yang sekaligus menjadi yatim piatu.
Hal ini seperti yang dialami Ahmadi Jaya anak Buruh Perkebunan PT Putra Lika Perkasa (PT PLP) Langgapayung, Kecamatan Sei Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan Sumatera Utara, yang menjadi yatim piatu, sejak Ayah kandungnya Alm Jumiran meninggal dunia pada tanggal 16 Juni 2019.
Dua Tahun lebih sudah berlalu, selama itu pula hak-hak almarhum atas Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK) karena meninggal dunia belum dibayarkan oleh perusahaan perkebunan PT Putra Lika Perkasa (PT PLP) HTI Langgapayung kepada ahli warisnya, walaupun management perusahaan mengetahui Ahmadi Jaya anak almarhum sudah yatim piatu,”
Masa kerja Alm Jumiran di PT PLP HTI Langgapayung kalau tidak salah ingat kurang lebih 16 Tahun, terhitung mulai Tahun 2013 hingga Tahun 2019″kata Sutrisno, ipar kandung Almarhum kepada Reaksi Media Minggu Sore (05/09) di Rantauprapat.
“Hak Almarhum atas PHK karena meninggal dunia tersebut sangat dibutuhkan oleh ahli waris, untuk dimanfaatkan agar hidupnya bisa terus berlangsung, tidak terlantar, seperti sekarang ini menumpang dirumah orang rekan kerja ayahnya.
“Kami sudah berulang kali memohon kepada management agar hak ahli waris dapat segera dibayar oleh perusahaan, tetapi hingga sekarang tidak juga dibayarkan,” jelas Sutrisno.
Lanjutnya, demikian juga hak almarhum dari BPJS Ketenagakerjaan / Jamsostek, hingga sekarang klaimnya belum bisa dicairkan, penyebabnya karena ada dokumen yang tidak lengkap.
Tentang dokumen yang tidak lengkap, sudah kami urus melalui pihak ketiga serta sejumlah uang yang diminta sebagai biaya pengurusannya juga sudah kami serahkan, tetapi hingga sekarang kurang lebih dua tahun lamanya dokumen tersebut tidak juga kunjung selesai, apa penyebabnya dan dimana kendalanya sehingga tidak selesai kami juga tidak diberi tahu.
“Apakah karena kami ini orang lemah, bodoh dan tidak berdaya lantas diperlakukan seperti ini, hanya Allah,SWT lah yang tahu,” keluh Sutrisno.
Terpisah ketika hal ini diminta pendapat kepada Wardin Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia ( KC-FSPMI) Labuhanbatu mengatakan.
Sesuai ketentuan pasal 166 UU.No.13 Thn 2003 tentang Ketenagakerjaan” Dalam hal hubungan kerja berakhir karena Pekerja meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang terdiri dari :
“Uang Pesangon (UP) sebesar dua kali ketentuan pasal 156 ayat ( 2) UU.No.13/2003, Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) satu kali ketentuan pasal 156 ayat (3) UU.No.13/2003 dan Uang Penggantian Hak (UPH) sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4) UU.No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, atau besarnya hak ahli waris kurang lebih Rp 80 juta, bila dihitung dengan nilai Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) Sektor Perkebunan Kabupaten Labuhanbatu Selatan Thn 2019, dan bila benar masa kerjanya 16 Thn.
Selain hak-hak sebagaimana tersebut diatas bagi perusahaan yang sudah memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB) biasanya tercantum dalam PKB nya, uang bantuan kematian, uang penguburan dan ada juga yang mencantumkan, selama enam bulan setelah kematian upahnya dibayar penuh kepada ahli warisnya.
Pembayaran hak ahli waris wajib disegerakan oleh perusahaan tujuannya agar para ahli waris, istrinya yang sudah janda berikut anaknya yang yatim dan/ atau yatim piatu tidak menjadi terlantar.
Kalau memang benar sudah 2 Tahun 3 bulan PT PLP HTI Langgapayung, belum juga membayarkan hak atas Almarhum Jumiran kepada ahli warisnya, sementara diketahui ahli waris almarhum sudah yatim piatu, maka dapat kita simpulkan perusahaan PT PLP, HTI Langgapayung, memang tidak memiliki rasa kemanusiaan.
“Hak anak yatim piatu saja tega mereka tidak membayarnya, ini kan sudah keterlaluan namanya ” Ujar Wardin.
Lanjutnya, terkait pengurusan dokumen yang kepentinganya untuk pencairan klaim Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan, yang sudah mencapai dua tahun tidak juga selesai, sedangkan biaya pengurusan sudah dibayarkan, ada baiknya pihak keluarga almarhum mengkonfirmasinya kembali kepada pihak yang mengurus, minta kepastian dan beri batas waktu, kalau sampai batas waktu yang sudah ditentukan tidak juga selesai, langkah berikutnya laporkan saja ke pihak yang berwajib.
“Sesuatu yang sangat tidak logis, tidak bisa diterima akal sehat manusia dalam waktu dua tahun pengurusan dokumen tidak selesai.” tegas Wardin.
Wardin menambahkan, kita berharap berita ini dibaca oleh Presiden Ir.Joko Widodo, Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Labuhanbatu Selatan, demikian juga Anggota DPR-RI hingga DPPRD, agar para pejabat negara ini, mengetahui, mengerti dan paham, bagaimana sebenarnya kejam dan zholimnya kapitalis perkebunan kepada Buruhnya, dan mungkin masih banyak kasus seperti ini yang terjadi, hanya saja tidak terungkap ke Publik,” imbuh Wardin.
Laporan : Ade Satria Armadi
Tags: Rantau prapat
-
PLN Siap Pasok Daya Andal ke Pabrik Baterai Mobil Listrik Pertama di Asia Tenggara
-
Diduga Telah 3 Hari Meninggal, Jenazah Ditemukan Dalam Ruko
-
Tiba di Pekanbaru, Presiden Langsung Tinjau RSUD Arifin Achmad
-
Peduli Akan Persatuan Umat, Bupati Tapanuli Selatan Laksanakan Salat Subuh Berjamaah Dengan Masyarakat Angkola Selatan
-
Ketua BPD Kecamatan Kota Mukomuko Apresiasi Acara Halal Bi Halal Karang Taruna Desa Pondok Batu
-
Indonesia Optimistis Lolos ke Putaran Final Piala Asia U-23 2024
-
Pj.Bupati Pinrang Kukuhkan Pasukan Pengibar Bendera (Paskibraka) Kabupaten Pinrang
-
Sukseskan Vaksinasi Massal Polsek Manuju dan Puskesmas Manuju Kumpulkan Siswa dan Masyarakat
-
Percepatan Pembangunan, Pemdes Pondok Makmur Gelar Kegiatan Fisik Tahun 2023
-
Gelar Vaksinasi di Candi Borobudur, Kapolri: Percepatan di Tempat Wisata yang Interaksi Tinggi