BCI Bukan Penanggung Hutang Kepada BI dan Lembaga Apapun. Melainkan Hanya Melakukan “Perjanjian Jual Beli Promes Dengan Jaminan” atau “Jual Beli Barang

REAKSIMEDIA.COM | Jakarta – Andri Tedjahdarma memberikan keterangan persnya kepada awak media, Rabu (31/7/2024).

OBLIGOR adalah penanggung hutang, dan Bank Centris tidak mempunyai
hutang kepada Bank Indonesia dan lembaga apapun, melainkan hanya
melakukan “perjanjian jual beli promes dengan jaminan” atau “jual beli
barang namanya Promes” dengan Bank Indonesia, dan bukan “perjanjian
pengakuan hutang” dengan Bank Indonesia, oleh karena itu Bank Centris
bukanlah OBLIGOR, apalagi jika perjanjian itu tidak dilaksanakan.

BLBI adalah bantuan yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank-bank yang pada tanggal 31 Desember 1997 bersaldo DEBET yang langsung dibantu oleh Bank Indonesia, dengan cara saldo debetnya di konversi menjadi SBPUK atau kita kenal dengan istilah BLBI, dan Bank CENTRIS
tidak BERSALDO DEBET pada tanggal 31 Desember 1997, jadi tidak di bantu dan tidak ada yang dapat di konversi menjadi SBPUK, artinya Bank Centris internasional tidak menerima BLBI.

PKPS adalah Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham, yaitu mereka yang
menandatangani APU MRNIA dan MSAA, semua bank yang di konversi menjadi SBPUK harus menandatangani perjanjian itu untuk memenuhi janjinya akan menyerahkan harta pribadi atau perusahaan milik pribadinya pada tanggal 15 Januari 1998 kepada Bank Indonesia, inilah yang harus dikerjakan oleh Satgas BLBI untuk menyelesaikannya karena sudah berlarut-larut tidak di tuntaskan, namun Bank Centris tidak termasuk dalam daftar audit BPK tentang PKPS dan Bank Centris tidak menandatangani APU, MRNIA MSAA, namun ada Perjanjian antara Bank Centris dengan Bank Indonesia, dan tidak ada satu bank pun yang membuat perjanjian dengan Bank Indonesia yang di aktekan dengan notaris seperti Bank Centris dengan akte No. 46 tanggal 9 Januari 1998, dan yang menyerah jaminan dan di pasang Hak tanggungan no 972 an Bank Indonesia, dan hanya Bank Centris yang melakukan hal ini.

SATGAS BLBI dibentuk untuk menyelesaikan kasus BLBI yang di tangani
BPPN dan belum selesai seperti yang di muat dalam audit BPK November 2006 tentang PKPS yaitu bank-bank atau mereka yang belum tuntas persoalannya berkaitan dengan perjanjian MSAA, MRNIA dan APU,
sedangkan Bank Centris tidak terdaftar di program PKPS melainkan diselesaikan di pengadilan dan bukan penerima BLBI.

Adanya dua rekening atas nama PT. BANK CENTRIS INTERNASIONAL DI BANK INDONESIA, ini sesuatu yang tidak lazim, karena nasabah Bank Indonesia adalah “bank-bank” bukan pribadi, dan “hanya boleh punya satu no rekening bagi bank peserta clearing “ Pada kenyataannya didalam persidangan pada agenda pembuktian persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Perkara No. 350/Pdt.G/2000/PN.JAK.SEL ditemukan adanya dua no rekening dengan nama yang sama, tapi yang satu nya tidak terdaftar sebagai bank yang ikut clearing dengan no rekening lain dan jenis yang berbeda tetapi bisa ikut clearing di pasar uang antar bank melakukan perbuatan call money overnight, adapun rekening tersebut adalah sebagai berikut :

– Rekening Bank Centris Internasional asli adalah no. 523.551.0016

– Rekening rekayasa di Bank Indonesia dengan no. 523.551.000 jenis individual tidak tahu pemiliknya tetapi mengatasnamakan rekening
Bank Centris Internasional.

Akte 46, adalah perjanjian jual beli promes dengan jaminan antara Bank Indonesia dan Bank Centris yang harusnya Bank Centris dibayar oleh Bank Indonesia sebesar Rp 490.787.748.596,16.- itu atas penyerahan promes nasabah sebesar Rp.492.216.516.580.- dan jaminan seluas 452 Ha dan sudah di hipotek atas nama Bank Indonesia dengan No. 972, ternyata
terbukti terjadi pelanggaran terhadap perjanjian ini di dalam persidangan
di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan bukti dari BPK yang di pakai oleh BPPN sebagai alat bukti dan telah di sahkan oleh hakim majelis yang mengadili perkara No. 350/Pdt.G/2000/PN.JAK.SEL ini bahwa dana yang diperjanjikan sesuai akte No. 46 sebesar Rp. 490.787.748.596,16 yang
harusnya di pindah bukukan ke rekening Bank Centris Internasional no 523.551.0016 oleh Bank Indonesia tidak dilaksanakan, kenyataannya di kreditkan ke rekening rekayasa dengan no 523.551.000, maka Bank Centris dimenangkan di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, karena
menandatangani suatu perjanjian bukan berarti menerima apa yang diperjanjikan.

Salinan Keputusan Mahkamah Agung no 1688 K/Pdt/2003 yang di serahkan pada tanggal 2 November 2022 (hampir 20 tahun menunggu) itu ternyata tidak terdaftar di Mahkamah Agung, sesuai dua surat dari
Mahkamah Agung dan salinan keputusan Mahkamah Agung no 1688 K/Pdt/2003 tidak membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi oleh karena itu kami berpatokan pada hal tersebut menyatakan keputusan inkra adalah keputusan Pengadilan Tinggi yang amarnya menyatakan Gugatan BPPN
tidak dapat di terima (NO).

Baca juga:  Gus Halim Minta Totalitas Pegawai Dalam Pembangunan Desa

Akte 39 adalah akte pengalihan cessie dari Bank Indonesia ke BPPN yang
digunakan oleh BPPN dalam menggugat Bank Centris di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tahun 2000, akte 39 merupakan pengalihan cessie atas akte 46 berikut semua yang melekat pada akte tersebut.

Kami tidak bisa mengerti, gugatan BPPN di tolak di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di tahun 2002 karena salah satu alasannya adanya jaminan 452 Ha yang sdh di hipotek atas nama Bank Indonesia dengan No. 972, maka menjadi heran ketika KPKNL menyatakan penyerahan tagihan itu
tidak di sertai jaminan dan di perkuat dengan surat tanda terima dari BPPN
terhadap Bank Indonesia, sedangkan KPKNL dan PUPN itu kepanjangan
tangan dari BPPN, mengapa sedemikian lamanya terjadi ketidak selarasan
tidak segera diselesaikan, sehingga tidak menjadikan berbagai persepsi.

Dan angka Rp. 629.624.459.126,36.- yang tertulis di akte 39 itu ternyata
berasal dan identik sama dengan angka jumlah yang ada pada kronologis
rekening rekayasa dari BPK dengan no 523.551.000 yang bukan milik Bank
Centris asli.

Konsekwensinya akte 39 itu cacat hukum dan tidak bisa di pakai untuk menagih dan menggugat Bank Centris Internasional, krn pada kronologis blbi tertulis CENTRIS INTERNATIONAL BANK dgn no 523.551.000 dan bukan BANK CENTRIS INTERNASIONAL dgn no 523.551.0016 dan kami pun
menyatakan tidak pernah menerima Pembayaran dari Bank Indonesia satu
rupiah pun di rekening kami no 523.551.0016.

Dan akte 39 ini tidak pernah tertulis di amar putusan pengadilan mana pun
sebagai perjanjian yg sah menurut hukum, sedangkan akte 46 dan 47
adalah sah dan berharga menurut amar putusan MA.

Oleh karena BPPN yang telah membayar kepada Bank Indonesia dengan
surat hutang sebesar Rp. 629.624.459.126,36.- tidak mungkin menagih kami yang tidak pernah menerima Pembayaran dari Bank Indonesia.

Dan PP 28 tdk berlaku bagi andri tedjadharma, karena Sk penetapan hutang
no 49 dan surat paksa no 216 yg telah dibatalkan dan dicabut oleh PTUN itu
terbit th 2021, dan keputusan MA yg tdk terdaftar di MA itu terbit th 2006 sedangkan PP 28 terbit thn 2022, maka PP 28 tdk berlaku surut bagi andri tedjadharma dalam melakukan penyitaan harta lain nya andri tedjadharma, kecuali menyita harta tanah 452 ha yang sdh di pasang hak tanggungan smp peringkat ke 2 an BI apabila bank centris internasional terbukti Wanprestasi.

Pertanyaan nya “bagaimana caranya agar uang negara yang sudah dikeluarkan
harus kembali pada negara”, ternyata ada jalan keluarnya agar negara tidak di
rugikan, yaitu dengan terbuktinya akte 39 itu cacat hukum maka sesuai dengan
bunyi pasal 4 ayat 3 perjanjian akte 39 yang menyatakan “apabila tidak terjadi verifikasi yang selaras maka Bank Indonesia harus mengembalikan surat utang sebesar Rp. 629.624.459.126,36 itu kepada BPPN yang dalam hal ini adalah “Depkeu tanpa syarat”, jadi uang negara kembali ke negara, sehingga persoalan hutang negara terselesaikan dan Bank Centris Internasional dinyatakan tidak
mempunyai kewajiban kepada negara tetapi harus menyelesaikan urusannya dengan Bank Indonesia secara bilateral berdasarkan akte 46 dan 47 yang di
nyatakan sah dan berharga menurut salinan amar putusan Mahkamah Agung no
1688 K/Pdt/2003, karena Akte 46 dan 47 adalah produk Bank Indonesia dengan
PT Bank Centris Internasional, dan akte 39 adalah produk BPPN dengan Bank
Indonesia,sehingga penyelesaian nya harus kembali ke asal nya.

Note :

Akte no 39 tanggal 22 Februari 1999 adalah “Perjanjian penyerahan dan
pelimpahan cessie” dari Bank Indonesia ke BPPN

Akte no 46 tanggal 9 Januari 1998 adalah “jual beli promes dengan jaminan” antar
Bank Indonesia dengan Bank Centris Internasional.

Laporan : Ria Satria

Tags: